Bible Protestan Vs Bible Katolik Mana Yang Asli dan Palsu?
Deuterokanonika dalam Alkitab adalah kitab-kitab yang dipandang sebagai bagian yang kanonik dari Perjanjian Lama Kristiani oleh Gereja Katolik Roma dan Kekristenan Timur akan tetapi tidak terdapat dalam Alkitab Ibrani, yang kerap dipandang protokanonik. Perbedaan ini telah menimbulkan perdebatan dalam Gereja awal mengenai apakah kitab-kitab tersebut dapat dibacakan dalam gedung-gedung Gereja dan karena itu dapat diklasifikasikan sebagai naskah-naskah yang kanonik.
Kata deuterokanonika
berasal dari Bahasa Yunani yang artinya 'termasuk kanon kedua'.
Etimologi kata ini membingungkan, namun mengindikasikan keragu-raguan
dalam penerimaan kitab-kitab tersebut ke dalam kanon oleh beberapa
pihak. Perlu dicermati bahwa istilah tersebut tidak berarti non-kanonik; sekalipun istilah tersebut kadang-kadang digunakan sebagai eufemisme untuk menyebut kitab-kitab Apokrif.
Umat
Kristiani Protestan biasanya tidak menggolongkan kitab apapun sebagai
kitab "deuterokanonika"; kitab-kitab itu mereka keluarkan dari
Alkitab, atau mengelompokkannya dalam bagian tersendiri yang disebut Apokrif.
Kemiripan makna antara istilah-istilah yang berbeda ini menimbulkan
kebingungan antara deuterokanonika Katolik Roma dan Ortodoks dengan
naskah-naskah yang dianggap non-kanonik oleh satu atau kedua kelompok
umat Kristiani tersebut.
Katolik
Istilah Deuterokanonika
pertama kali digunakan pada tahun 1566 oleh orang-orang Kristen yang
sebelumnya beragama Yahudi dan teolog Katolik Sixtus dari Siena untuk
menyebut naskah-naskah Kitab Suci Perjanjian Lama yang kanonisitasnya
ditetapkan bagi umat Katolik oleh Konsili Trente, namun telah
dikeluarkan dari beberapa kanon terdahulu, teristimewa di Timur.
Penerimaan akan kitab-kitab tersebut di antara umat Kristiani awal
tidaklah universal, namun konsili-konsili regional di Barat menerbitkan
kanon-kanon resmi yang memasukkan kitab-kitab tersebut sejak abad
ke-4 dan ke-5.[1]
Naskah-naskah Kitab Suci deuterokanonika adalah:
- Tobit
- Yudit
- Tambahan Ester (Vulgata Esther 10:4-16:24)
- Kebijaksanaan
- Ben Sira, juga disebut Sirakh atau Ecclesiasticus
- Barukh, termasuk di dalamnya Surat Yeremia (Tambahan Yeremia[2])
- Tambahan Daniel:
- Nyanyian Tiga Anak Suci (Vulgata Daniel 3:24-90)
- Riwayat Susana (Vulgata Daniel 13, Septuaginta prolog)
- Patung Dewa Baal dan Naga (Vulgata Daniel 14, Septuaginta epilog)
- 1 Makabe
- 2 Makabe
Ada
perbedaan antara bagian apokrifa dalam Alkitab King James tahun 1611
dengan deuterokanon Katolik. Bagian apokrifa Alkitab King James, selain
kitab-kitab deuterokanonika, meliputi pula tiga kitab berikut ini, yang
tidak dinyatakan kanonik oleh Konsili Trente:
- 1 Ezra (juga dikenal sebagai 3 Ezra)
- 2 Ezra (juga dikenal sebagai 4 Ezra)
- Doa Manasye
Ketiga
kitab tersebut sendiri merupakan bagian apokrifa dari Vulgata
Clementina, di mana ketiganya secara spesifik disebut "di luar seri
kanon". Alkitab Douay-Rheims tahun 1609 memasukkan ketiga kitab ini
dalam sebuah apendiks, namun ketiganya tidak dimasukkan dalam
Alkitab-Alkitab Katolik sekarang ini. Ketiga kitab ini bersama
kitab-kitab deuterokanonika terdapat dalam bagian apokrif dari
Alkitab-Alkitab Protestan.
Pengaruh Septuaginta
Sebagian
besar kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru diambil dari
Septuaginta Yunani—yang mencakup kitab-kitab deuterokanonika maupun
apokrifa—baik deterokanonika maupun apokrifa secara kolektif disebut anagignoskomena.
Beberapa kitab tampaknya telah ditulis naskah aslinya dalam Bahasa
Ibrani, namun naskah asli tersebut sudah lama hilang. Namun
temuan-temuan arkelogis pada abad terakhir telah menemukan sebuah
naskah yang berisi hampir ⅔ dari kitab Sirakh, dan fragmen-fragmen
dari kitab-kitab lainnya telah ditemukan pula. Septuaginta secara luas
diterima dan digunakan oleh orang-orang Yahudi pada abad pertama
Masehi, bahkan di wilayah Romawi Provinsi Iudaea, dan oleh karena itu
secara alami menjadi naskah yang paling luas digunakan oleh umat
Kristiani purba.
Dalam
Perjanjian Baru, Ibrani 11:35 menyebutkan suatu kejadian yang hanya
secara eksplisit tercatat dalam salah satu dari kitab-kitab
deuterokanonika (2 Makabe 7). bahkan dapat dikatakan bahwa, 1 Korintus
15:29 diambil dari 2 Makabe 12: 44, "karena jika dia tidak
mengharapkan orang-orang mati bangkit kembali, maka merupakan
kesia-siaan dan kebodohan untuk berdoa bagi orang-orang yang sudah
mati". 1 Korintus 15:29 tentunya menunjukkan adanya jerih-payah untuk
membantu orang-orang mati agar terbebas dari dosa-dosa mereka.
(Pembaptisan juga bermakna jerih payah penyelamatan bagi orang lain
dalam Perjanjian Baru, bdk. Matius 20:22-23, Markus 10:38-39 dan Lukas
12:50)
Kendati demikian, Yosefus
(sejarawan Yahudi) sepenuhnya menolak kitab-kitab deuterokanonika[3],
sementara Athanasius yakin bahwa kitab-kitab tersebut berfaedah untuk
dibacakan, namun kecuali Kitab Barukh dan Surat Yeremia, kitab-kitab
tersebut tidak terdapat di dalam kanon.[4]
Pengaruh Vulgata
Hieronimus
dalam prolognya[5] menyebutkan sebuah kanon yang tanpa kitab-kitab
deuterokanonika, kecuali kitab Barukh.[6] Sekalipun demikian, Vulgata
Hieronimus memasukkan kitab-kitab deuterokanonika serta apokrif. Dia
mengaanggap kitab-kitab tersebut sebagai Kitab Suci dan mengutip
kalimat-kalimat dari kitab-kitab itu sekalipun dia menyebutkan bahwa
kitab-kitab itu "tidak terdapat dalam kanon". Dalam prolognya untuk
kitab Yudit, tanpa menggunakan kata kanon, dia menyebutkan bahwa Yudit
dianggap sebagai Kitab Suci oleh Konsili Nicea Pertama.[7] Dalam
balasannya kepada Rufinus, dengan gigih dia membela bagian-bagian
deuterokanonika dari kitab Daniel sekalipun orang-orang Yahudi pada
zaman itu tidak melakukan hal itu:
Dosa
apakah yang telah kuperbuat jikalau aku mengikuti penilaian
gereja-gereja? Namun barang siapa yang menuduh aku mengikuti
keberatan-keberatan bahwa orang-orang Ibrani lazimnya menolak Riwayat
Susana, Nyanyian Tiga Anak Suci, dan riwayat Baal dan Naga, yang tidak
terdapat dalam gulungan kitab Ibrani, membuktikan bahwa dia hanyalah
seorang penjilat yang dungu. Karena aku tidak mengikuti
pandangan-pandangan pribadiku sendiri, melainkan keterangan-keterangan
bahwa mereka [orang-orang Yahudi] lazimnya menentang kita. (Terhadap Rufinus, 11:33 402 Masehi]).
Dengan
demikian Hieronimus mengakui prinsip yang digunakan untuk menerapkan
kanon —penilaian Gereja, bukannya penilaiannya sendiri atau pun
penilaian orang-orang Yahudi.
Vulgata
juga penting sebagai tolok ukur kanon dalam hal kitab-kitab manakah
yang kanonik. ketika Konsili Trente menyusun daftar kitab-kitab yang
termasuk dalam kanon, konsili ini mengkualifikasikan kitab-kitab
"seluruhnya beserta semua bagiannya, sebagaimana yang biasa dibacakan
dalam Gereja Katolik, dan sebagaimana yang terdapat dalam edisi
Vulgata Latin Kuno".[8]
Istilah yang digunakan di luar Gereja Katolik
Penggunaan
kata apokrifa (Bahasa Yunani: tersembunyi) untuk naskah-naskah
tersebut, meskipun tanpa maksud menghina, diartikan sebahagian pihak
bahwa tulisan-tulisan yang dipertanyakan tersebut tidak boleh
dimasukkan ke dalam Kanon Alkitab. Klasifikasi semacam ini
mengelompokkan kitab-kitab tersebut bersama beberapa kitab injil dan
kitab-kitab Perjanjian Baru apokrif lainnya. Style Manual for the Society of Biblical Literature merekomendasikan penggunaan istilah literatur deuterokanonika bukannya Apokrifa dalam tulisan akademis.
Di luar Katolisisme Romawi, istilah deuterokanonika
kadang-kadang digunakan sebagai analogi untuk menyebut kitab-kitab
yang dimasukkan dalam Perjanjian Lama oleh Gereja Ortodoks Timur, dan
Gereja Ortodoks Oriental, namun tidak menjadi bagian dari Tanakh
Yahudi, atau pun Perjanjian Lama Protestan. Di kalangan Ortodoks,
istilah ini difahami bahwa kitab-kitab tersebut ditulis sesudah Alkitab
Ibrani.
Dalam
Alkitab Amharik yang dipergunakan dalam Gereja Ortodoks Ethiopia
(salah satu Gereja Ortodoks Oriental), kitab-kitab Perjanjian Lama
tersebut tetap terdaftar sebagai kitab-kitab yang kanonik, namun tidak
demikian halnya dalam Gereja-Gereja lain, kitab-kitab tersebut kerap
disisihkan ke dalam bagian terpisah. Selain kitab-kitab yang disebutkan
di atas, terdapat pula kitab-kitab yang dianggap kanonik hanya oleh
Gereja Ethiophia, yakni Henok (I Henokh) dan Kufale
(Yobel). Sekalipun demikian, "Kitab-Kitab Makabe" dalam Alkitab mereka
seluruhnya berbeda dari kitab-kitab Makabe yang digunakan oleh Gereja
lain, tidak ada persamaan kecuali judulnya.
Wassalam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar